Monday, September 07, 2015

couch mode print story

Tentang Hakim Tunggal dan Objek Praperadilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Mengingat kembali ketika Hakim Sarpin Rizaldi yang memimpin sidang gugatan praperadilan calon Kapolri yakni Komjen Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) yang menetapkannya sebagai tersangka dan kemudian mengabulkan gugatan praperadilan, hingga menimbulkan banyak pertanyaan masyarakat umum, terlebih para mahasiswa hukum.

Pada dasarnya dalam kasus Praperadilan hakim berwenang memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan; dan penetepan tersangka.

Praperadilan diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal karena pada dasarnya praperadilan diperiksa dan diputus berdasarkan acara pemeriksaan cepat, karena ini berkaitan juga dengan bentuk putusan praperadilan yang sederhana. Sifat proses praperadilan yang dilakukan dengan pemeriksaan cepat inilah yang menjadi alasan kenapa hakim praperadilan adalah hakim tunggal.
Detail Pembahasan
Objek Praperadilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
Praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang: [Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana “KUHAP”]
  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
 Adapun yang menjadi objek praperadilan ini diatur juga dalam Pasal 77 KUHAP yaitu:
  • Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  • Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Namun menurut Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 21/PUU-XII/2014 telah menetapkan objek praperadilan baru yaitu sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.

Dalam artikel MK ‘Rombak’ Bukti Permulaan dan Objek Praperadilan, MK telah menjadikan penetapan tersangka sebagai salah satu objek praperadilan yang sebelumnya tidak ada dalam KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

 Jadi, hal apa saja yang diperiksa dan diputus oleh hakim dalam praperadilan meliputi dari ketiga poin di atas dan penetapan tersangka. Sedangkan mengenai siapa saja pihak yang dapat mengajukan praperadilan dapat Anda simak dalam artikel Praperadilan (Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP).
ISI PUTUSAN PRAPRERADILAN
Adapun isi putusan praperadilan adalah:[ Pasal 82 ayat (2) dan (3) KUHAP ]
  1. Memuat dengan jelas dasar dan alasan putusan hakim;
  2. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;
  3. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
  4. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;
  5. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

Hakim Tunggal Praperadilan

M. Yahya Harahap dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali” menjelaskan bahwa Hakim yang duduk dalam pemeriksaan sidang praperadilan adalah hakim tunggal. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 78 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:
“Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera.”

Namun dalam hal ini saya belum menemukan bahwa KUHAP tidak menjelaskan lebih lanjut mengapa praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal. Namun, hal yang berkaitan dengan prinsip pemeriksaan dengan acara cepat yang mengharuskan pemeriksaan praperadilan selesai dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari [Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP] dan bentuk putusan praperadilan yang sederhana. Hal ini bisa diwujudkan jika diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal.

Agar dapat dipenuhi proses pemeriksaan yang cepat [Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP], yang mana KUHAP memerintahkan pemeriksaan praperadilan dengan acara cepat dan selambat-lambatnya hakim harus menjatuhkan putusan.

Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Referensi:
Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014.



Baca Artikel Lainnya :
Hukum Pidana ; Hukum adalah Perintah
Pengertian Hukum Pidana dan Sejarah

Written by aturhukum[dot]com, Terimakasih telah membaca mohon tinggalkan komentar. Kunjungi Page follow Kami pada sosial media kami email kami




0 comments:
Post a Comment