I. PENDAHULUAN
Adat adalah merupakan pencerminan dari pada kepribadian sesuatu bangsa yang merupakan salah satu penjelmaan dari pada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Oleh karenanya, maka tiap bangsa di dunia ini memiliki adat kebiasaan yang berbeda-beda. Justru dengan perbedaan inilah kita dapat mengatakan bahwa adat itu merupakan unsur yang terpenting sebagai identitas bangsa yang bersangkutan.
Perubahan suatu peradaban maupun cara penghidupan yang modern, ternyata tidak mampu menghilangkan adat kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, paling-paling yang terlihat dalam proses kemajuan zaman itu adalah, bahwa adat tersebut menyesuaikan diri dengan keadaan dan kehendak zaman, sehingga adat itu menjadi kekal serta tetp segar.
Di dalam negara Republik Indonesia, adat yang di miliki oleh daerah, suku dan ras bangsa yaitu berbeda-beda meskipun dasar serta sifatnya satu, yaitu ke-Indonesia-annya. Oleh karena itu adat Indonesia itu di katakan “Bhineka tunggal ika” (berbeda–beda di daerah suku bangsanya tetapi tetap satu juga, yaitu sifat dan dasar ke-Indonesia-anya.)
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Adat
Adat kebiasaan yaitu tingkah laku seseorang yang secara terus menerus di lakukan dengan cara tertentu dan di ikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama.
Dengan demikian ada unsur-unsur terciptanya hukum adat:
1. Adanya tingkah laku seseorang
2. Di lakuakn terus menerus
3. Adanya dimensi waktu
4. Di ikuti oleh orang lain.
1. Adanya tingkah laku seseorang
2. Di lakuakn terus menerus
3. Adanya dimensi waktu
4. Di ikuti oleh orang lain.
Adat istiadat yaitu menunjukkan pola/bentuk, sikap, tindakan (perubahan) manusia pada masyarakat hukum adat tren untuk mempertahankan adat istiadat yang berlaku di lingkungan wilayahnya dan terkadang di pertahankan karena kesadaran masyarakatnya, tetapi tidak jarang pula adat istiadat di pertahankan dengan sangsi atau akibat hukum sehingga menjadi hukum adat.
Istilah hukum adat “adatreccht” istilah dalam bahasa belanda “adatrecht” yang satu kali di pertemukan oleh cristian snouck hurgronje dalam “de aatjehers” 1893. kemudian di kutip dan di pakai selanjutnya oleh van vollen hoven. Sebagai istilah jenis yuridis.
Mengenal hukum adat , adat di kenal berbagai macam pendapat dari para sarjana hukum yaitu:
Supomo mengatakan bahwa hukum tidak tertulis dalam peraturan 2 legislatif meliputi peraturan 2 hidup yang meskipun tidak di tetapkan pihak berwajib di taati dan di dukung rakyat berdasarkan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Ter haar mengatakan bahwa hukum adat timbul setelah ada penetapan para pejabat hukum . sehingga kriteria yang di pakai adalah “ penetapan”.
Soekanto mengatakan bahwa hukum adat itu merupakan kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak di bukukan /tidak di kodifikasikan dan bersifat paksaan mempunyai sanksi atau akibat hukum.
Prof.Mr. cornelis van vollen hoven menyatakan bahwa hukum adat ialah semua hukum asli, yaitu hukm yang tidak bersumber pada peraturan perundangan yang di buat oleh pemerintahan hindia belanda dahulu atau alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan yang di adakan sendiri oleh kekuasaan pemerintah hindia belanda itu.
B. SIFAT HUKUMNYA HUKUM ADAT
Dalam kehidupan masyarakat hukum adat sebenarnya tidak semua adat istiadat dapat di sentuh oleh para petugas hukum dalam bentuk penetapan-penetapan terutama kalau masyarakat yang bersangkutan tidak sering mengadakan usaha-usaha atau tindakan-tindakan yang menimbulkan persengketaan. Para warga masyarakat pada umumnya bersedia melakukan sesuatu ketentuan yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya, bukan hanya karena ketentuan itu telah di tetapkan oleh para penguasa atau petugas hukum, melainkan karena adanya kesadaran bahwa ketentuan-ketentuan itu memang sudah sepantasnya di taati oleh segenap warga masyarakat.
Adapun adanya faktor yang ikut menentukan agar adat istiadat yang secara formal itu sudah mempunyai sifat hukum dapat mempunyai kekuatan mengikat secara materiil yang sempurna. Faktor-faktor itu antara lain ialah:
1. Adat istiadat itu sesuai dengan sistem hukum yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan.
2. Sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang di junjung tinggi
3. Sesuai dengan perkembangan masyarakat yang bersangkutan
4. Sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh dalam masyarakat
C. TUGAS PARA HAKIM HAKIM ADAT
Dalam hal ini Prof.Mr.djojodigoeno mengatakan bahwa hakim harus dapat menumbuhkan pengadilannya dengan rasa keadilan masyarakat, sehingga putusan hakim dapat mencerminkan rasa keadilan masyarakat yang bersangkutan.
Dalam melaksanakan tugasnya yang berat ini para hakim terikat pada:
• Nilai-nilai yang berlaku secara objektif dalam masyarakat
• Sistem hukum adat yang telah berbentuk dan berkembang dalam masyarakat
• Syarat-syarat dan nilai-nilai kemanusiaan
• Putusan-putusannya sendiri yang pernah di jatuhkan
• Putusan-putusan hakim lainnya dalam masalah serupa yang masih dapat di pertahankan karena masih sesuai dengan rasa keadilan masyarakat
Adapun pedoman yang harus dipegangi oleh seorang hakim adat dalam mengambil putusan antara lain:
• Nilai-nilai yang berlaku secara objektif dalam masyarakat
• Sistem hukum adat yang telah berbentuk dan berkembang dalam masyarakat
• Syarat-syarat dan nilai-nilai kemanusiaan
• Putusan-putusannya sendiri yang pernah di jatuhkan
• Putusan-putusan hakim lainnya dalam masalah serupa yang masih dapat di pertahankan karena masih sesuai dengan rasa keadilan masyarakat
Adapun pedoman yang harus dipegangi oleh seorang hakim adat dalam mengambil putusan antara lain:
- Asas-asas dan peragaan hukum di masa lampau yang merupakan ukuran statis, guna mengabdi tujuan hukum yang bernama”adat”
- Keadaan masyarakat pada waktu sekarang ,yang merupakan ukuran dinamik, guna mengejar” tatanan masyarakat yang adil”
- Indifidualitas masing-masing kasus yang merupakan ukuran praktis .
Dengan demikian maka wujud dari putusan hakim yang sedang mengadili suatu perkara menurut hukum adat berupa:
- Melaksanakan aturan hukum adat yang telah ada , sepanjang masih mencerminkan rasa keadilan
- Tidak melaksanakan aturan hukum adat yang ada melainkan memberi penetapan baru, bila mana menurut keyakinan dan rasa keadilan hakim,
- Aturan hukum adat yang lama itu tidak sesuai lagi dengan perasaan keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. \
Sebagai kemungkinan ketiga hakim dapat pula mengambil keputusan jalan tengah,kalau terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. Peristiwa atau faktannya tidak terang (siapa yang salah)
b. Hukum yang menguasai perkara itu tidak jelas
c. Kalau penerapan aturan hukum adat yang ada akan dapat menimbulkan rasa tidak puas masyarakat.
D. MACAM-MACAM PERADILAN ADAT
Sejak zaman hindia belanda dahulu sampai lahirnya undang-undang darurat nomor 1 tahun 1951 tanggal 14 Januari 1951, di Indonesia belum ada univikasi dalam susunan dan kekuasaan peradilan, karena masih ada lima macam tata nan peradilan yang berlaku yakni:
- Tatanan peradilan gubernemen (gouvernemen rechts praak) yang meliputi seluruh wilayah hindia belanda yang terdiri dari macam-macam jenis peradilan.
- Peradilan pribumi (inheemsche rechts praak) yang ada di daerah-daerah yang mendapat kebebasan untuk menyelenggarakan peradilannya sendiri dengan hakim-hakim peribumi.
- Peradilan swa praja (zelbestuur srechts praak) yang terdapat di daerah-daerah swapraja.
- Peradilan agama (raad agama) yang ada di daerah-daerah hindia belanda, baik yang di daerahnya terdapat peradilan gubernemen maupun yang menetapkan peradilan agama sebagai bagian dari peradilan pribumi atau peradilan swap raja.
- Peradilan desa (dorpsrechts praak) yang terdapat dalam masyarakat desa, yang biasanya juga merupakan peradilan adat.
Dari lima macam tatanan peradilan di atas, yang dalam melaksanakan tugasnya selalu berpedoman pada hukum adat sebagai landasan mengadili perkara ialah:
- Peradilan pribumi
Peradilan pribumi ini mempunyai wewenang untuk mengadili perkara yang terjadi antara orang-orang bumi putera yang tidak termasuk wewenang peradilan gubernemen. Pasal 130 I.S. menegaskan bahwa orang-orang bumi putera dimanapun ia berada, kalau tidak menyelenggarakan peradilan sendiri, maka peradilannya dilakukan atas nama raja atau ratu (belanda).
- Peradilan desa
Peradilan desa ini merupakan bagian dari peradilan pribumi (di jawa), dan kadang-kadang merupakan peradilan swa praja (di luar jawa madura). Di beberapa daerah tertentu peradilan desa dapat juga merupakan bagian dari peradilan gubernemen seperti peradilan desa di ambon, saparua dan banda (karesi denan maluku). Nama-nama peradilan di desa ini bermacam-macam misalnya: rapat (dii tapanuli, Palembang, jambi, bengkulu), musapat (aceh besar, singkel), mahkamah (riau), perapatan (Kalimantan selatan dan timur), hudat (Sulawesi selatan), raad (sasak), majlis (gorontalo). Peradilan desa ini dilakukan secara majlis oleh para kepala desa atau kepala masyarakat hukum adat setempat dan wewenangannya hanya mengenai perkara0perkara perdata yang kecil terhadap putusan peradilan desa ini dapat di mintakan banding terhadap hakim yang lebih tinggi yaitu hakim di strip.
- Peradilan swa praja
Pada dasarnya kekuasaan otonomi pada daerah-daerah swa praja meliputi juga kewenangan dalam peradilan, sehingga daerah-daerah swa praja yang ada pada zaman hindia belanda dahulu pada umumnya mempunyai peradilanya sendiri Dari empat daerah swa praja yang ada di jawa (kesultanan Yogyakarta, pekualaman Yogyakarta, kesunanan Surakarta , mengkunegaran surakarta).pada tahun 1907 (Stbl.1907 no.156) pekualaman Yogyakarta melepaskan kekuasaan mengadilinya , sehingga peradilan untuk kaula daerah swapraja pakualaman di serahkan kepada kekuasaan peradilan gubernamen.tiga daerah lainnya tetap berjalan , sampai di hapuskan oleh pemerintah Indonesia dengan lahirnya Undang-undang Darurat No.1 tahun 1951 yang mengatur susunan dan kekuasaan pengadilan.
KESIMPULAN.
Dari pemaparan di atas dapatlah disimpulkan bahwa sistem peradilan adat di Indonesia dapat di rinci jadi 3 macam pembahasan yang di atas telah di uraikan secara lengkap, namun perlu di ketahui bahwa pada zaman hindia belanda dahulu terdapat bermacam-macam badan peradilan yang mempunyai wewenang mengadili perkara adat atau pelanggaran terhadap hukum adat.tidak terdapat dualisme peradilan, bahkan dapat di katakan pluralisme dalam sistem peradilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Bushar Muhammad, S.H. “Asas-asas hukum adat “ suatu pengantar. PT. prandnya para mita .jakarta.
2. Surojo Wignjodipuro,S.H. “Pengantar & asas-asa hukum adat" Gunung agung-jakarta 1983
3. H.A.M Effendi, SH,."Pengantar hukum adat" 1988.
4. C. can Vollenhoven, Prof. Mr. “Het Adatrecht van Nederland Indie”. 1925.
Written by follow Kami pada sosial media kami email kami
, Terimakasih telah membaca mohon tinggalkan komentar. Kunjungi PageIn Hukum Adat
0 comments:
Post a Comment